Ada Apa dengan “HIJAB”?

hejab08_b

Awal tahun 2015, muncul film dengan judul HIJAB. Sekilas, kita akan berpikir bahwa film ini bernuansa reliji. Siapa sangka, walaupun judulnya bernuansa reliji, tetapi isinya tak sesuai. Film ini menuai kontroversi sebab hanya menceritakan keburukan segelintir muslimah. Keburukan-keburukan wanita yang memakai hijab hanya sekedar keterpaksaan, kehendak suami, atau sekedar tren fashion. Hal ini, menutup sisi positif bagi sebagian besar muslimah yang berjilbab karena kehendak hati dan melaksanakan perintah agama.

Film merupakan media yang berfungsi sebagai alat penyebar informasi serta sarana pendidikan dan hiburan (edutainment). Bak dua sisi mata uang. Di satu sisi memiliki nilai positif dan juga negatif, tergantung bagaimana konten dan pemaknaannya. Apalagi bagi mereka masyarakat perkotaan. Bioskop menjadi salah satu alternatif pilihan hiburan yang mudah.

Selain fungsi tersebut, film digunakan sebagai alat propaganda. Para pembuat (produser) film memiliki motif/tujuan tertentu. Sebagai pengonsumsi film, kita perlu hati-hati. Terkadang film disalahgunakan untuk menyebarkan ideologi/paradigma. Tak dipungkiri, hal ini dapat mengubah opini dan gaya hidup masyarakat. Mari kita lihat definisi fesyen.

Menurut KBBI: Mode atau fesyen (Inggris: fashion) adalah gaya berpakaian yang populer dalam suatu budaya. Secara umum, fesyen termasuk masakan, bahasa, seni, dan arsitektur. Dikarenakan fesyen belum terdaftar dalam bahasa Indonesia, maka mode adalah kata untuk bahasa resminya. Secara etimologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mode merupakan bentuk nomina yang bermakna ragam cara atau bentuk terbaru pada suatu waktu tertentu (tata pakaian, potongan rambut, corak hiasan, dan sebagainya). Gaya dapat berubah dengan cepat. Mode yang dikenakan oleh seseorang mampu mecerminkan siapa si pengguna tersebut.

Mari kita flashback. Film Ada Apa dengan Cinta (AADC) tahun 2002 dan Eiffel I’m in Love tahun 2003. Dalam kedua film tersebut tampak tank top dan celana hipster cutbray menjadi tren. Realitanya pun celana cutbray dan tank top menjadi tren di kalangan remaja. Kemudian, film Ayat-Ayat Cinta tahun 2008 dan Ketika Cinta Bertasbih (KCB) tahun 2009. Tak dipungkiri pasca film itu melejit, masyarakat yang konon alergi  jilbab besar, malah berkebalikan. Jilbab besar menjadi tren di masyarakat.

Sebagai penikmat film, waspadalah. Jangan menelan mentah-mentah dalam menontonnya. Seringkali kita terlalu menikmati, karena semua unsur-unsur media (audio, visual, video) di film membuat kita sebagai manusia sering terbawa ke alam bawah sadar. Mendampingi anak-anak di bawah umur, ketika menonton film. Anak-anak masih belum dapat berpikir kritis. Bersyukur jika yang disebarkan itu adalah ideologi atau gaya hidup yang positif. Celaka jika yang disebarkan adalah hal yang negatif. Mari bersama menjadi generasi cerdas bermedia.

(Rahma Darma Anggraini, pegiat Komunitas Gapura)

Leave a comment