Serial Animasi: Bukan Sekadar Hiburan

animasi

Perangi Rasuah”, begitu judul dari salah satu episode Upin-Ipin Season 8. Pada episode tersebut, tampak si kembar Upin-Ipin sedang belajar mengenai Rasuah atau dalam bahasa Indonesia lebih kita kenal dengan sebutan suap. Si kembar itu diajarkan bahwa suap-menyuap dengan maksud tertentu adalah perbuatan yang tercela, baik itu berupa uang ataupun barang-barang lainnya, dan mereka juga diajak untuk memerangi kegiatan suap-menyuap tersebut. Tak hanya sampai di situ, Upin Ipin dan teman-temannya juga dikenalkan dengan Suruhanjaya Pencegahan Rasuah Malaysia (SPRM), atau bisa disebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)-nya Malaysia, sebagai lembaga yang memproses tindakan suap-menyuap di Malaysia.

Episode tersebut adalah salah satu bagian dari kisah si kembar dari negeri jiran, Upin Ipin. Upin Ipin sendiri adalah sebuah serial animasi 3D untuk anak-anak yang mengisahkan tetang keseharian dari Upin Ipin bersama keluarga dan teman-temannya. Serial ini sangat disukai oleh anak-anak karena kisahnya yang lucu dan sederhana. Pesan atau nilai dari tiap-tiap kisah pun disampaikan dengan cara yang sederhana dan mudah ditangkap oleh anak-anak.

Pengaruh televisi bagi kepribadian seorang anak memang cukup signifikan. Adegan-adegan di dalam televisi akan dengan mudah dicontoh oleh anak. Contoh kasus, maraknya anak-anak yang mengikuti adegan gulat smackdown hingga menimbulkan korban jiwa, dan yang terbaru, seorang anak didapati gantung diri di lemari kamarnya diduga terinspirasi oleh adegan kartun-kartun Jepang. Di sini, bukan hanya peran dari orangtua untuk mengatur “asupan” televisi bagi anak-anak yang dibutuhkan, perlu juga komitmen dari segala pihak baik pengatur kebijakan maupun rumah produksi. Peranan dari rumah produksi ialah bagaimana menciptakan film-film yang mendidik dan bernilai, tanpa mengurangi nuansa hiburan yang disukai oleh anak-anak.

Sekarang, mari kita bandingkan serial Upin Ipin dari negeri tetangga dengan beberapa serial animasi lain yang ditayangkan di Indonesia. Pertama, kartun animasi dari Jepang dan Amerika. Serial animasi dari dua Negara tersebut paling mendominasi siaran-siaran animasi di televisi Indonesia. Sebagai contoh, Naruto atau SpongeBob. Dari segi cerita, kedua animasi tersebut tetap ada nilai yang dapat diambil, seperti persahabatan dan semangat juang. Namun, proses penanaman pesan dari cerita tersebut cenderung rumit bagi anak-anak, dan juga jalan cerita terkadang justru dapat memberi contoh buruk bagi anak, seperti adegan perkelahian.

Kemudian serial animasi dari Indonesia yang ditayangkan di televisi, kita ambil contoh Keluarga Somat dan Adit & Sopo Jarwo. Film pertama, Keluarga Somat, menceritakan tentang keseharian keluarga Pak Somat. Tokoh utama dari film ini adalah Dudung, anak sulung Pak Somat, yang cukup bandel dan sering mengusili adik dan teman-temannya. Cerita dalam film ini cenderung mengedepankan sisi hiburan dibandingkan dengan menyampaikan nilai. Sementara film Adit & Sopo Jarwo, nilai atau pesan biasanya disampaikan di akhir cerita. Yaitu ketika salah satu tokoh “antagonis”, Jarwo, terkena masalah hasil dari perbuatannya sendiri. Saat itu muncul sosok seorang sesepuh yang memberi nasihat agar Jarwo tidak mengulangi perbuatannya. Dari segi pengemasan, sosok Jarwo selalu menjadi biang masalah hampir di tiap episodenya. Tentu hal ini kurang baik jika dicontoh oleh anak-anak.

Jika dibandingkan dengan animasi-animasi Amerika, Jepang dan Indonesia di atas, serial animasi Upin Ipin jauh lebih sederhana dalam proses penyampaian pesan dan nilai. Hal ini cenderung lebih mudah untuk dipahami dan dimengerti oleh anak-anak. Selain itu, dalam serial Upin Ipin jarang muncul tokoh yang menggambarkan orang jahat atau tidak baik. Film-film diatas hanya sebagai contoh saja, masih ada lagi film-film lain yang bagus untuk anak-anak, seperti Laptop si Unyil, Si Bolang, dan film-film sejenisnya.

Peranan dari rumah produksi dan investor untuk dapat mengembangkan film-film penuh nilai sangat dibutuhkan sekarang. Film yang tak hanya memuat pesan, namun juga disukai oleh anak-anak. Peranan orangtua dan pembuat kebijakan saja belum cukup, harus juga disertai dengan munculnya film-film yang dapat menjadi tuntunan dan aman bagi anak-anak.

Penanaman nilai-nilai sejak kecil dapat menjadi pondasi ketika dewasa nanti. Memang, tidak ada yang dapat memastikan ketika masa anak-anaknya baik, dewasanya pasti baik, atau pun sebaliknya. Namun, penanaman nilai sejak kecil adalah sebagai bentuk ikhtiar untuk membentuk generasi terbaik di masa depan nanti. Maka, mari kita doakan agar muncul seniman-seniman yang tak hanya memiliki skill yang baik, namun juga memiliki idealisme untuk membentuk karakter anak-anak Indonesia menjadi generasi terbaik yang peduli dengan agama, bangsa dan negara.

 

Referensi:

  1. http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-terkini/22-literasi-media/32476-azimah-tidak-semua-program-tv-baik-untuk-anak
  2. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/01/17/nia74g-terinspirasi-kartun-jepang-pelajar-bunuh-diri-dalam-lemari

 

Ahmad Faqih Mahalli – Alumni Forum Media BEM se-UGM, Alumni Jurusan Teknik Fisika UGM

 

Leave a comment